Journey

Hai, Bi.

Kemaren-kemaren kamu sempet kecewa kan, kuliah akhirnya sastra. Banting setir 180 derajat dari tujuan utama kamu. Semacam sakit hati juga, kan? Ngeliat temen-temen kamu yang udah pada disana duluan waktu itu. Sementara kamu masih gogoleran di rumah. Menunggu takdir datang ke kamu. Kamu lazy-ass banget sih waktu itu. Jangan-jangan, sampai sekarang juga masih?

Lalu akhirnya kamu jalani aja dulu. Dengan pikiran 'oh well, setidaknya dengan ini nantinya kerja ke luar negerinya rada gampang'. Kamu bisa jadi diplomat, penerjemah, sastrawan, budayawan. Sesuatu yang sepertinya masih kamu banget, tapi kamu nggak mau ngaku aja. Sampai kapanpun, kamu masih tetep mau dilihat sebagai cewek kuat, kan? Padahal kamu nggak sekuat itu.

Nah. Sekarang setelah kamu masuk, setelah segala inisiasi itu selesai, kamu mulai melihat sekitar kamu. Bagaimana temen-temen kamu yang tetap berjalan di jalan yang benar setelah lulus dari IPA melanjutkan perkuliahannya. Kamu melihat sisi beratnya. Betapa kalkulus, fisika, kimia, aljabar, dan bahkan biologi nampak memberatkan mereka. Bahkan ada yang tugasnya tugas coding. Kamu langsung terdiam, waktu itu. Saat itu baru kamu yakin, Allah Maha Adil.

Dia tau kamu nggak akan sanggup ngerjain semua itu. Dia tahu kamu punya mimpi. Sebuah jersey, genuinely bertuliskan Indonesia, dengan nomor punggung dan nama kamu di belakangnya. Dilatarbelakangi sorak-sorai di ajang olahraga paling bergengsi. Dengan sekeping besar emas, menggantung di lehermu. You bask in glory. Satu yang nggak mungkin bisa kamu kejar kalau kamu tetep di IPA. Yakinlah, badan kamu nggak akan kuat.

Lalu waktu itu, kamu juga sempat ingin pergi jauh. Kuliah di antah-berantah, dimana nggak ada yang kenal kamu disana. Supaya kamu bisa membuat citra diri yang baru. Percayalah, kamu nggak akan kuat. Yang terkuat diantara teman-teman kamu pun menangis. Rindu pulang. Rindu keluarga. Rindu teman-teman.

Lalu kamu? Kamu yang setiap minggu masih diberkahi nikmat pulang, bertemu keluarga, langsung diam. Kamu menahan tangis. Kamu baru sadar, seberapa keras hidup yang dijalani teman-teman kamu disana. Yang merantau jauh. Kamu sadar, mungkin kamu lebih nggak akan kuat. Mungkin tiap minggu kamu akan menangis sendirian, karena kamu bukan tipe yang bisa berteman dengan mudah. Yang berkeliaran setiap ada waktu kosong di akhir minggu. Kamu bukan tipe yang bisa memanfaatkan waktu luang. Kamu butuh kesibukan.

Dengan keadaan kamu sekarang, bersyukurlah, Bi. Kamu masih bisa ketemu dengan teman-teman kamu. Masih bisa ketemu keluarga kamu secara rutin. Masih punya kegiatan yang banyak, jadi kamu nggak akan melamun sendirian di rumah. Nggak usahlah, kamu pikirin masalah kamu yang sekarang. Kamu kan harusnya konsentrasi. Kamu mau UTS. Mau dapet IP 4 kan, katanya? Mau lulus 3,5 tahun. Atau 4 tahun, tapi ada 1 tahun dimana kamu belajar ke Jepang. Lalu S2 kembali disana. Kamu juga mau ke Manado. Bermain, mungkin untuk yang terakhir kalinya, di bawah panji-panji merah tempat kamu besar. Dengan teman-teman yang sudah sangat kamu kenal.

Focus on yourself first, Bi. Selesaikan apa yang harus kamu selesaikan. Kamu sendiri yang bilang. Kamu nggak mau terikat sama yang udah selesai. Kamu kan kuat. Kamu kan si atlit yang selalu dibangga-banggakan teman-teman kamu.

Sincerely,

Komentar

Posting Komentar