Aku lupa kamu ada. Aku sibuk dengan lainnya. Mengisi jiwa dan kehidupan sebentuk lain yang sebetulnya sama nyatanya dengan kamu. Mungkin malah sebetulnya kamu yang lebih berguna untuk aku isi dibanding mereka yang hidupnya aku buat-buat sendiri.
Tapi kalau mengisimu berarti menunjukkan aku, mungkin aku tidak mau.
Kalau mengisimu berarti menunjukkan aku, kepada siapapun yang membukamu, maka aku memilih mundur. Karena itu aku lebih sering mengisi yang lain meski berarti berbohong dan berilusi. Mengisimu, walau menyembuhkan sebagian aku, membuatku takut.
Takutku ada banyak. Mungkin kamu sudah tahu.
Aku takut kamu yang sekarang membacaku. Melihatku tanpa betul-betul menjumpaiku. Kamu akan tahu siapa aku, seperti apa aku, ketakutanku, bahagiaku, teman-temanku, dan lain-lain aspek hidupku yang ingin aku tutup. Hidupku tidak menarik, tidak pantas untuk kamu baca sebagai secuil hiburan di tengah makan siangmu. Hidupku tidak seindah mereka yang menjelajah, dalam diam maupun gerak, lalu menuangkannya dalam tulis-tulis indah. Aku tidak kemana-mana. Aku disini saja.
Kamu perlu tahu bahwa sekarang, walau aku lebih sering tidak peduli, sering juga terlalu peduli.
Jadi walaupun kamu tidak ada, kamu cuma bayangan ketakutanku yang tidak masuk akal, aku tetap takut.
Jangan harap kalau kita benar-benar bertemu, aku akan menjadi tidak takut padamu. Takutku tidak semudah itu dihilangkan, dan kamu tidak semudah itu bisa aku terima. Siapa tahu kamu mengharap aku seperti A, rajin dan berwawasan sehingga kamu mengharap aku untuk tahu berbagai budaya. Tapi tidak, sayangnya. Aku seperti ini saja.
Atau mungkin kamu mengharap aku seperti B, nakal dan tahu semua hal yang tidak seharusnya aku ketahui. Kamu mengharap aku untuk berbagi cerita dan sensasi dari pengalamanku, yang sebetulnya tidak ada. Nihil. Aku seperti ini saja.
Banyak sebetulnya arketipe yang mungkin kamu punya tentang aku. Atau yang aku persepsikan ada dalam kepalamu. Aku takut pada semua itu. Nanti kamu kecewa. Nanti kamu tidak suka. Nanti kamu hilang. Nanti aku sendirian.
Tidak mau. Aku takut.
Tapi kalau mengisimu berarti menunjukkan aku, mungkin aku tidak mau.
Kalau mengisimu berarti menunjukkan aku, kepada siapapun yang membukamu, maka aku memilih mundur. Karena itu aku lebih sering mengisi yang lain meski berarti berbohong dan berilusi. Mengisimu, walau menyembuhkan sebagian aku, membuatku takut.
Takutku ada banyak. Mungkin kamu sudah tahu.
Aku takut kamu yang sekarang membacaku. Melihatku tanpa betul-betul menjumpaiku. Kamu akan tahu siapa aku, seperti apa aku, ketakutanku, bahagiaku, teman-temanku, dan lain-lain aspek hidupku yang ingin aku tutup. Hidupku tidak menarik, tidak pantas untuk kamu baca sebagai secuil hiburan di tengah makan siangmu. Hidupku tidak seindah mereka yang menjelajah, dalam diam maupun gerak, lalu menuangkannya dalam tulis-tulis indah. Aku tidak kemana-mana. Aku disini saja.
Kamu perlu tahu bahwa sekarang, walau aku lebih sering tidak peduli, sering juga terlalu peduli.
Jadi walaupun kamu tidak ada, kamu cuma bayangan ketakutanku yang tidak masuk akal, aku tetap takut.
Jangan harap kalau kita benar-benar bertemu, aku akan menjadi tidak takut padamu. Takutku tidak semudah itu dihilangkan, dan kamu tidak semudah itu bisa aku terima. Siapa tahu kamu mengharap aku seperti A, rajin dan berwawasan sehingga kamu mengharap aku untuk tahu berbagai budaya. Tapi tidak, sayangnya. Aku seperti ini saja.
Atau mungkin kamu mengharap aku seperti B, nakal dan tahu semua hal yang tidak seharusnya aku ketahui. Kamu mengharap aku untuk berbagi cerita dan sensasi dari pengalamanku, yang sebetulnya tidak ada. Nihil. Aku seperti ini saja.
Banyak sebetulnya arketipe yang mungkin kamu punya tentang aku. Atau yang aku persepsikan ada dalam kepalamu. Aku takut pada semua itu. Nanti kamu kecewa. Nanti kamu tidak suka. Nanti kamu hilang. Nanti aku sendirian.
Tidak mau. Aku takut.
Komentar
Posting Komentar